Pergi

Waktu menunjukkan pukul 20:00 yang dimana Kia masih berada di dalam mimpinya, Clara pun ikut tertidur di samping Kia, sedangkan Reina ia sedang menunggu temannya datang.

Setelah beberapa menit kemudian akhirnya Rakha dan Jean masuk keruangan Kia dan langsung menghampirinya.

“Rei, gimana keadaan Kia?” tanya Rakha.

“Kia udah baikan kok tadi, ini dia lagi tidur cuman udah lama juga sih tidur nya, kayanya efek obat,” jawab Reina.

Clara yang mendengar suara itu langsung terbangun dari tidur nya.

“Loh kak Rakha sama kak Jean kapan sampe nya?” tanya Clara sambil mengucek pelan matanya.

“Barusan sampe, Clar,” jawab Jean.

“Oh ya btw, emang awalnya gimana? Kenapa Kia bisa masuk ugd?” tanya Rakha kembali.

“Awal nya tuh Kia ke dapur ambil minum, terus dia kepalanya kesakitan, katanya sih sakit banget, terus gue denger suara gelas pecah di dapur yaudah deh gue sama Reina langsung ke dapur terus kita langsung bawa Kia kesini, dan kata dokter tadi Kia gapapa,” jawab Clara dengan jelas.

“Ohh gitu, syukur deh kalo gapapa, tapi ini Kia tidur udah lama?” tanya Rakha kembali.

“Udah lumayan sih kak, atau mau coba di bangunin?” jawab Reina.

“Eh jangan di bangunin, kasian, takutnya dia butuh istirahat,” sambung Jean.

“Iyaa juga sih, yaudah deh kita tunggu aja ya,” balas Reina.

Mereka pun menunggu Kia untuk bangun dari tidur nya.

Setelah beberapa jam kemudian tiba-tiba layar monitoring detak jantung milik Kia berubah menjadi garis lurus, yang menandakan bahwa jantung Kia berhenti.

Jantung Rakha mencelos, menyadari ada yang salah dengan elektrokardiogram milik Kia. Dengan pikiran kalut luar biasa, Rakha segera berlari keluar mencari pertolongan dokter secepat yang ia mampu. Kondisi teman Kia yang lain pun tak jauh berbeda, mereka terus berusaha membangunkan Kia dengan airmata yang mulai berlinang, berharap Kia akan segera bangun dengan senyum yang biasa ia tampilkan di hadapan mereka.

Setelah beberapa menit kemudian dokter pun datang dan langsung memeriksa Kia, Saat ini teman-teman Kia menunggu di luar ruangan sesuai apa yang di pinta oleh dokter tersebut.

Teman-teman Kia ketakutan, mereka khawatir atas apa yang sedang terjadi pada Kia, tak lama kemudian akhirnya dokter keluar dari ruangan Kia dengan muka sedihnya itu.

Rakha yang menyadari hal itu langsung menghampiri dokter.

“Dok, temen saya gapapa kan? Temen saya sadar kan, dok? Dok jawab saya,” ucap Rakha sambil memegang tangan dokter itu.

“Mohon maaf, saya harus menyampaikan ini, pasien bernama Kiara baru saja meninggal dunia, saya dan rekan-rekan saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi kehendak berkata lain,” ucap dokter

“Dok, teman saya masih bisa sadar kan dok? Dok.. Hikss,” rintih Rakha yang terjatuh di hadapan dokter itu.

“Maaf, saya permisi,” pamit dokter.

“Kha, bangun.. Kita ke dalem, ya?” ucap Jean sambil memegang kedua tangan Rakha dan membantu Rakha untuk bangkit kembali.

Mereka pun masuk ke dalam ruangan dan menghampiri Kia yang sudah di tutupi oleh kain berwarna putih.

“Ki.. Hiks, kenapa lo pergi duluan? Hah? Kenapa? Lo minta ke kita buat gak ninggalin lo, tapi kenapa lo yang ninggalin kita Ki, kenapa? Ki, please bangun, hiks,” ucap Clara dengan wajah yang penuh tangisannya itu.

“Clar, kenapa Kia ninggalin kita secepet ini, gue gamau Clar, gue masih pengen main sama Kia, gue gamau, hikss,” ucap Reina sambil memeluk Clara dari samping.

“Ki, katanya lo sayang sama gua, katanya lo pengen gua jadi kakak lo, tapi kenapa gini, Ki? Kenapa? Ki, ayo sadar, gua tau lo kuat, lo cewe kuat, Ki.. Please sadar, ya? Hikss,” ucap Rakha dengan tangisannya itu.

“Je, Kia gabakal ninggalin gua kan, Je? Kia bakal jadi adik gua kan? Je, jawab!” ucap Rakha dengan emosi nya sambil memegang kedua pundak Jean.

“Kha, udah, Kia udah gaada, Kia udah ninggalin kita, Kha.. Please lo juga sadar, jangan kaya gini,” balas Jean.

“Je, gua sayang banget Je sama Kia, gua udah nganggep Kia sebagai adik gua, tapi kenapa jadi kaya gini,Je.. Kenapa?”

“Kha! Udah, udah, ya? Gua tau perasaan lo, tapi tolong, ikhlasin Kia, biarin Kia tenang, Kha.. Please, ya?”

“Hiks, Je.. Gua gabisa,”

“Lo bisa, Kha,”

“Je.. Kabarin Haidar, sekarang.”

Saat ini teman-teman Kia hanya bisa menangis melihat Kia dengan kondisi sekarang, mereka benar benar sakit dan merasa kehilangan. Kia memang bukan orang terpenting dalam hidup teman-teman nya, Kia hanyalah wanita yang selalu merasa kesepian dan selalu menyendiri. Selama ini kesakitan yang ia rasakan berakhir disini, di tempat ini.