Berjalan

Dengan terpaksa Kia bangkit dari kasurnya, meski sejujurnya ia enggan beranjak karena ketika bangun tidur tadi, ia merasa kepalanya sedikit sakit berkat kurang istirahat dan fisiknya yang terlalu lelah.

Sudah beberapa hari ini tubuhnya terlalu diforsir untuk terus bekerja tanpa henti. Kia bisa memaklumi kakaknya, karena bagaimana pun Haidar memang membutuhkannya saat ini. Hanya Kia lah satu-satunya keluarga yang Haidar miliki.

“A Idar.” Dengan hati-hati Kia mengetuk pelan pintu kamar Haidar.

“Masuk, Ki,” sambut Haidar dari dalam kamarnya.

Digenggamnya engsel pintu kamar Haidar sebelum diputarnya pelan, kemudian didorongnya perlahan hingga pintu terbuka, menampakan sosok Haidar yang tengah bersandar pada punggung kasur miliknya dengan tangan dan mata yang fokus pada layar ponsel.

Kia meneguk salivanya, kakinya tertahan pada muka pintu, seperti tak ingin melangkah lebih jauh.

“Ngapain lo disitu? Sini lah cepetan! Lo nggak mau ngajarin gua jalan?!” bentak Haidar, membuat Kia menaikan bahunya karena kaget. Dengan segera Kia berjalan mendekati Haidar.

Kia mengulurkan tangannya pada Haidar. “A, coba pelan-pelan aa berdiri.”

Haidar meletakan ponselnya di atas kasur, menyambut uluran tangan Kia dan perlahan bangkit.

“Masih sakit nggak a buat napak?” tanya Kia, memastikan kondisi Haidar.

“Nggak terlalu sih,” jawab Haidar seraya menghentak-hentakan kakinya pelan.

“Coba sekarang aa ngelangkah pelan-pelan,” ucap Kia dengan tangan yang masih menggenggam tangan Haidar.

Haidar menuruti ucapan Kia, dengan hati-hati ia melangkahkan kakinya. Melihat Haidar yang mulai bisa melangkah, perlahan Kia melepaskan pegangannya pada Haidar, membiarkan Haidar berjalan sendiri.

“Ki, gua bisa jalan ki!” pekik Haidar riang.

“Ki liat! Gua bisa ki gua bisa!”

Dengan wajah gembira, Haidar melirik Kia yang berdiri tak jauh darinya, membuat Kia ikut tersenyum lega.

Syukurlah, batin Kia dalam hati.

“Gua harus ngabarin Eri, Ki,” ucap Haidar dengan riang.

Haidar berdiri tidak jauh dari kasurnya, ia langsung mengambil hp nya dan mengabari pacar nya itu.

Kia yang melihat hal tersebut merasa sedih karena Haidar masih saja memprioritaskan pacarnya dibandingkan adiknya sendiri.